Sakit Tuk Bersama
~ Ozel ~
Entah apa yang terjadi kali ini
Seperti pernah ku rasakan sebelumnya
Bagaimana ia bisa tumbuh
Padahal aku tak menginginkan
Tuk hadir sekarang
Ada bukan karena paras mu
Tapi karakter unik
Yang kutemui
Membuat sebuah keistimewaan
Memberikan nutrisi
Hingga semakin cepat tumbuh
Apa yang harus kulakukan?
Jika mengatakannya
Membuatku menjadi manusia
paling egois di bumi
Namun sanggupkah
Jika ku kubur semua
Agar kita tetap bersama
Diam atau Hidup Berdampingan (Puisi).
Tapi karna media yang membuatnya nyata
Menakuti seisi dunia
Wujudnya pun tak ada yang tahu
Yang ada hanya ketakutan
Membuat semuanya panik tak menentu
Hingga lupa akan kekuatan
Ketakutan yang semakin memuncak
Memaksa keluar kalimat penenang
Ibarat melihat anjing tercekik
Sedang kita hanya tertawa senang
Namun nyatanya kita dipaksa untuk diam
Dan tetap dalam ketakutan
Sangat muak akan keadaan alam
Begitu indah tapi untuk menikmatinya kita tak diizinkan
Mungkin hanya sementara
Jika kita bisa bersabar dan tetap diam dalam aturan sampai ia pergi
Atau mungkin bisa selamanya
Sampai semuanya bisa bersahabat dengan wabah dan bisa hidup berdampingan
Kecewa Untuk Kedua Kali (Puisi)
Karya: Rozel
Serang,
5 Juli 2019
Era baru telah ditabuh
Siap tak siap harus dihadapi
Para prajurit nampak panik dengan sangat
melihat petinggi masih berkutat memperebutkan kekuasaan
rakyat jelata menggerutu
mengeluh
lalu mencaci
Sang mentri sibuk mengamankan kursi
Menjelma bak pahlawan agar tak dikebiri
Menjadi primadona bagi para pemburu berita
Rakyat jelata?
terkagum kagum
memuji
lalu membela mati matian
Era baru terus berlanjut
Nahkoda baru telah datang
Menang dalam pertempuran saudara
tak tentu dapat menghantam kejamnya penindasan
yang ada hanya menindas
Rakyat jelata?
Jadi korban
Merintih
Menjerit
Mau dibawa kemana negeri ini
Program kerja terdahulu pun belum tuntas
Terpilih atas janji janji baru
membuat rakyat jelata terpikat
Kemudian kecewa untuk ke-dua kali
Penanti Senja (Puisi)
Karya: Rozel
Gunung luhur, 03-07-19
Terselimuti dingin sepanjang malam
seakan berendam dalam danau kutub
Beralaskan jejeran bambu
Beratap dedaunan tanpa penghalang
Angin lalulalang dengan leluasa
Membuat mata seakan selalu diketuk
tak dibiarkanya untuk menutup
Kehangatan mulai tercipta
saat api unggun mulai menyala
Tawa dalam hening malam
dari kawan dalam penantian
kadang terdengar bak serangga malam
Detik jam seakan bergerak sangat lambat
menunggu kedatangannya
Tiba dipenghujung malam
Rembulan nan putih bersih
mulai menyingkir dari pandangan
Bintang bintang pun mengikutinya secara perlahan
satu persatu kawan mulai bergegas
berjalan menaiki anak anak tangga
Duduk diantara pepohonan
dimana kita sudah berjaji untuk bertemu
Langit mulai menguning
saat itu ku mulai melihat kehadiranya
Perlahan yang kutunggu menampakan pesonanya
Memancarkan kehangatan
membasmi dingin yang sudah melekat dalam tubuh
Dengan kehadirannya
penantian tak terasa siasia
Segala keindahan mulai terlihat jelas
lautan awan yang menjadi lebih mempenosa
berpadu dengan sinar khas nya
Sangat menenangkan jiwa
Wahai senja ku
Luka Kecil Untuk Penguasa (PUISI) "Bersatulah Mahasiswa"
Karya: Rozel
Tersingkir akan deras arus penguasa
Terasingkan dalam perjuangan
Ukiran sejarah tinggal sisa
Hingga kelam bercampur angan angan
Kawan ku berfikirlah
Sejarah bukan lukisan
Apalagi handuk basah
Sejarah untuk dilanjutkan
Kawan ku bangkitlah
Penguasa harus dikawal
Untuk kita pantang mengalah
Agar perjuangan tak patah diawal
Kawan ku bersatulah
Tuk jadi karang ditengah istana
Memeberikan tusukan kecil dikaki penguasa
Yang tak bisa disingkirkan dengan tinta
Kawan ku bergeraklah
Agar rakyat tak lagi menangis
Agar penguasa tak jadi bengis
Agar sejarah tak milik bedebah
Berfikirlah...
Bangkitlah...
Bersatulah...
Dan bergeraklah..
Hidup Mahasiswa...
Hidup Rakyat...
Curhatan Mahasiswa Baru (PUISI) "Aku Masih Baru"
Karya: Rozel
Pagi yang sejuk
Ditemani sinar hangat mentari
Mengiring langkah ku
Menuju tempat harapan hari
Tak perduli kantuk masih melanda
Semangat menerjang semua
Status baru setelah pelajar SMA
Selalu menjadi dambaan
Impian sejak lama
Sedang dalam perjalanan
Idiologi harta terbesar
Buku menjadi teman
Duduk melingkar
Mencari pembenaran
Sangat cupu untuk KuPu-KuPu
Berpandu pada Tri Darma
Berharap menjadi manusia berguna
Aku hanya mahasiswa baru
Tak ingin jadi buruh
Tak mau hanya jadi guru
PNS cabutan bukan pangkat terhormat.
Bagi kami, Mahasiswa.
Pejuang Di Senja Pagi (PUISI) "Pahlawan Negri"
Ilustrasi |
Karya: Rozel
Bertelanjang kaki menyusuri lumpur keras bertumpuk
Sembari pundak memikul senjata
Menenteng nasi uduk serta kerupuk
Siap bertempur melawan kerasnya litosfer
untuk dijadikanya sumber kehidupan
Sampai di medan pertempuran
tubuh membungkuk menghalang panasnya sinar
Hamparan rumput hijau merata
Bak permadani tak bermotif
Dirawatnya hingga sampai masa
Dijaganya dari serangan perusak
Rumput yang hijau menjadi kuning merunduk
Senang hatinya akan menuai hasil
Namun kadang hasil menghianati usahanya
Tetap teguh pahlawan ku
Tanpa kau
Kami tak makan nasi
Tanpa kau
Negeri akan berkeluh kesah
Sejarah Di Negriku Dibelokan (PUISI) "Ketakutan Negeri Ku"
Karya: Rozel
Bagai kura kura
Bersembunyi dalam tempurung
Tak berdaya
Dan terus murung
Tetap tak terbuka
Dari kebenaran sejarah
Selalu memangsa
Para pemula penulis kisah
Sejarah yang dahulu milik penguasa
Tetap tersebar dengan leluas
Kebenaran tak jadi utuh
Karna mereka tak butuh
Mereka yang terbantai
Mereka pula yang terbelunggu rantai
Caci maki sebagai pemeberontak
Selalu terngiang dalam otak
Perpecahan yang dahulu sudah tersatukan
Kini kembali di pecahkan
Negara ku yang takut akan sejarah
Tetap menutupi dari kebenaran kisah
Mengantinya dengan dongen
Yang hancur seperti koreng
Bukalah..
Bukalah semuanya
Agar tak ada lagi yang merasa bodoh
Karena tau kebenaranya
Bukalah...
Buka dengan teliti
Sejarah bukan makalah
Yang hanya di baca oleh pemateri
Sangat miris negri ku
Negeri yang takut akan sejarahnya sendiri.
*Koreng = Luka Yang Menjalar
Senja Nan Malang (Puisi) "Senja Sore"
Apa yang diperjuangkan, kini dihancurkan
Apa yang dimenangkan, kini dienyahkan
Negeri tercintaku luruh dalam balutan nafas sang waktu
Bar-bar menjadi identitas tersohor bagi bumiku
Semerbak wewangingan damai, tercerabut oleh anyir permusuhan
Etika moral bergelayut di titik nadir
Menanti terperosok…
Negeriku malang, negeriku jalang
Tenggelam dalam kebobrokan mental yang kental
Apa yang ku cinta, kini terbalur rancu
Semua samar…
Kemajuan yang kasat mata,
Hanya bermuara pada barisan pelahap ilegal rupiah berjamaah
Selebihnya,
Tergeletak pasrah pada guratan takdir Hyang Jagat
Bahkan lingkaran cahaya mentari hanya memantulkan semburat nestapa
Tak terelakkan,
Air mata menggantung di pipi bulan
Menangisi alam yang menggerutu tak bersahabat
Negeriku dipenuhi lubang-lubang borok yang tak sempat terjamah
Perut membuncit menjadi pertanda derita, bukan makmur
Sedih…
Miris…
Aku menyaksikan ratapan senja nan malang
Adakah yang masih peduli?
Kemana perginya sang pekerti?
Bahkan seorang pahlawan kesiangan pun enggan turun tangan…
Lakukan sesuatu!!!
Jika kau tak sanggup menjadi sebongkah karang yang kokoh
Jadilah kerikil yang tak bergeming terlindas zaman
Jika kau tak sanggup menjadi khalayak yang bersatu padu
Jadilah sekawanan lebah pekerja yang gencar membela sang ratu
Kayuh seluruh roda cinta sang nurani
Lalu tebarkan ke setiap sudut Ibu Pertiwi
Berikan yang terbaik…
Demi Indonesia maju…
Takakan Ku Tukar Cinta Padamu Ibu Pertiwi III (Puisi)
Di hati, sekarang
meski terbatas di pikir dan zikir
kueja namamu dalam kasihNya
semoga tetap bertahan
dari perpecahan oleh tangan-tangan
gergasi, siluman, manusia
yang ingin membelah negeri
yang ingin kau tak ada lagi
menjadi serpihan-serpihan kecil tak berarti
semoga kau bertahan
sebab masih ada anak-anak bumi yang peduli
tersenyum, tersenyumlah bunda pertiwi
meski pahit menggigit hati